Metformin Mengurangi Risiko Demensia pada Pasien Diabetes

Oleh :
dr. Danar Dwi Anandika, SpN

Metformin telah dilaporkan bermanfaat dalam menurunkan risiko demensia pada pasien diabetes. Diabetes telah dilaporkan sebagai salah satu faktor risiko independen demensia. Oleh sebab itu, penggunaan obat yang memiliki efek tambahan selain kontrol glikemik tentunya akan menguntungkan bagi pasien.[1-3]

Diabetes Mellitus Tipe 2 Sebagai Faktor Risiko Demensia

Diabetes mellitus tipe 2 adalah faktor risiko demensia. Beberapa hipotesis menyatakan diabetes meningkatkan kejadian demensia melalui resistensi insulin, hiperinsulinemia, inflamasi, stres oksidatif, gangguan vaskular, dan gangguan metabolisme amiloid.[1,2]

MetforminDemensia

Pasien diabetes memiliki risiko 2 kali lipat untuk mengalami demensia dibandingkan orang normal. Insulin memiliki efek terhadap sistem saraf pusat dalam memodulasi metabolisme. Sensitivitas insulin sentral maupun perifer dimediasi oleh dopamine. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara kesehatan fungsi kognitif dengan metabolisme glukosa.[3-5]

Penelitian The Diabetes Prevention Program Outcomes Study (DPPOS) menyebutkan bahwa kadar HbA1C yang tinggi berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif. Selain itu, penelitian Finnish Diabetes Prevention Study juga menyatakan bahwa indeks glikemik yang tinggi berhubungan dengan tingkat kognitif yang buruk.[11-13]

Efek Metformin pada Fungsi Kognitif

Metformin direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk diabetes mellitus tipe 2. Metformin dapat menghambat pembentukan advanced glycation end product (AGEP), yang dapat memicu proses degeneratif melalui pembentukan deposisi beta amiloid di otak serta komplikasi mikrovaskular pada saraf, renal, dan jaringan vaskular. Metformin juga dapat menghambat fosforilasi tau dan beta amiloid dengan mengaktivasi jalur adenosine monophosphate – activated protein kinase (AMPK).[6]

AMPK mengatur metabolisme energi seluruh tubuh sehingga AMPK menjadi target terapeutik yang potensial untuk penyakit degeneratif terkait usia. Metformin merupakan aktivator AMPK yang menekan produksi glukosa hepatik, meningkatkan insulin-mediated glucose uptake, dan menurunkan oksidasi asam lemak. Selain itu metformin dapat meningkatkan fungsi memori dengan menurunkan resistensi insulin neuronal dan neuroinflamasi.[7,8]

Hubungan Metformin dengan Insidensi Demensia

Berbagai penelitian epidemiologi menyatakan bahwa metformin berhubungan dengan angka kejadian demensia yang rendah serta fungsi kognitif yang lebih baik terutama bila digunakan lebih dari 2 tahun. Penurunan angka kejadian demensia juga terkait dengan dosis pemberian metformin.[9]

Beberapa randomized controlled trial (RCT) memberikan hasil yang seragam. Salah satunya studi Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes – Memory in Diabetes (ACCORD-MIND) yang meneliti kontrol glikemik dengan penggunaan berbagai agen penurun glukosa darah dibandingkan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini, konsumsi agen penurun glukosa darah ditemukan dapat memperlambat aktivitas neurodegeneratif.[10]

Dalam sebuah tinjauan sistematik, dilakukan evaluasi mengenai hubungan antara penggunaan metformin dengan risiko, progresi, dan tingkat keparahan demensia, termasuk Alzheimer dan gangguan kognitif. Peneliti melakukan tinjauan terhadap 14 penelitian (7 kohort, empat potong lintang, 2 RCT, dan 1 kontrol kasus). Hasil menunjukkan bahwa metformin secara signifikan terkait dengan prevalensi yang lebih rendah dari gangguan kognitif pada individu diabetes.[15]

Meski begitu, perlu dicatat bahwa banyak hal dapat mempengaruhi berkembangnya demensia dan mengontrol faktor-faktor perancu tersebut dalam penelitian mungkin sulit. Selain itu, beberapa penelitian lain juga menyebutkan bahwa penurunan insidensi demensia pada pasien diabetes juga dipengaruhi tingkat keparahan penyakit.[14]

Kesimpulan

Metformin merupakan terapi lini pertama pada diabetes mellitus tipe 2. Beberapa studi preklinis, studi epidemiologi, dan tinjauan sistematik menunjukkan bahwa metformin memiliki manfaat tambahan bagi penderita diabetes, yakni menurunkan risiko terjadinya demensia seperti penyakit Alzheimer. Meski begitu, uji klinis skala besar lebih lanjut dengan sampel yang besar dan pemantauan jangka panjang masih diperlukan untuk memastikan efek ini.

Referensi