Oksigenasi Apneik saat Intubasi Gawat Darurat

Oleh :
Audric Albertus

Komplikasi desaturasi oksigen pada intubasi endotrakeal meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada pasien. Oksigenasi apneik merupakan teknik yang mudah dan murah untuk memperpanjang waktu safe apnea untuk mencegah desaturasi oksigen yang cepat.

Teori Mengenai Oksigenasi Apneik saat Intubasi

Desaturasi oksigen transien merupakan salah satu keadaan yang dapat terjadi saat dilakukan intubasi endotrakeal. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan keadaan yang fatal, seperti cedera jantung hipoksik atau cedera otak hipoksik.[1,2]

Oksigenasi apneik adalah salah satu cara untuk menjaga kecukupan oksigen saat pasien tidak dapat melakukan usaha napas. Oksigenasi apneik bertujuan untuk memperpanjang waktu safe apnea, yang merupakan durasi sampai terjadi desaturasi arteri pada pasien. Teknik ini pertama kali diperkenalkan pada sebuah studi tahun 1959, dimana delapan pasien operasi minor diberikan oksigen murni bersamaan dengan tindakan intubasi endotrakeal. Didapatkan bahwa saturasi oksigen pasien yang diberikan oksigenasi apneik dapat terjaga mendekati 100%.  [3,4]

intubasi

Metode Oksigenasi apneik

Beberapa pilihan metode oksigenasi apneik yang dapat digunakan adalah melalui nasal kanul, kateter nasofaring, buccal oxygen insufflation, dan laryngeal oxygen insufflation.

Nasal Kanul

Nasal kanul merupakan metode paling sering digunakan untuk tindakan oksigenasi apneik. Kebanyakan studi menggunakan aliran oksigen sebesar 15 L/menit pada oksigenasi apneik, namun studi Weingart dan Levitan berpendapat bahwa aliran oksigen yang lebih tinggi dapat meningkatkan patensi nasofaring.

Studi Ramachandran et al membandingkan antara pasien laringoskopi yang dilakukan oksigenasi apneik menggunakan nasal kanul dengan yang tidak dilakukan oksigenasi apneik. Pada pasien yang diberikan oksigenasi apneik melalui nasal kanul, dilaporkan bahwa waktu safe apnea yang lebih panjang dibandingkan dengan pasien kontrol (6 vs 4 menit). Namun, pada tindakan rapid sequence intubation (RSI), ditemukan bahwa oksigenasi apneik melalui nasal kanul tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan grup kontrol. [5-7]

Kateter Nasofaring

Penggunaan oksigenasi apneik menggunakan kateter nasofaring memiliki efikasi yang paling baik dibandingkan metode lainnya. Kateter nasofaring memiliki kelebihan dalam pengantaran oksigen secara langsung pada faring saat apnea. Akan tetapi karena pemasangan yang cukup sulit dan memakan waktu, teknik nasal kanul lebih sering digunakan walaupun efikasinya lebih rendah.

Aliran oksigen yang direkomendasikan pada oksigenasi apneik dengan kateter nasofaring adalah sebanyak 6 L/menit saat periode apnea. Efikasi oksigenasi apneik menggunakan kateter nasofaring sudah ditunjukkan dalam studi Baraka et al dimana waktu safe apnea yang didapatkan adalah 4 menit dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan preoksigenasi saja (145 detik).

Studi oleh Achar et al membandingkan metode oksigenasi apneik yang menggunakan kateter nasofaring dengan nasal kanul. Ditemukan bahwa desaturasi terjadi pada 9 dari 28 pasien pada kelompok nasal kanul, sedangkan tidak ada desaturasi pada satu pun pasien kelompok kateter nasofaring. [5,8,9]

Buccal Oxygen Insufflation

Buccal oxygen insufflation merupakan metode baru, dimana aliran oksigen masuk melewati rute oral menggunakan selang Ring-Adair-Elwyn (RAE) yang difiksir pada daerah buccal kiri. Studi menunjukkan bahwa penggunaan metode ini dapat meningkatkan waktu safe apnea selama 12,5 menit. Aliran oksigen yang direkomendasikan adalah 10 L/menit. [5,10]

Laryngeal Oxygen Insufflation

Laryngeal oxygen insufflation merupakan gabungan antara laringoskop dengan selang oksigen yang dipasang di lumen internal laringoskop bersamaan dengan suction. Studi mengenai teknik ini masih sangat terbatas, namun sudah terdapat studi yang menyatakan bahwa metode ini memiliki efikasi yang hampir sama dengan kateter nasofaring. Studi Steiner et al menunjukkan bahwa metode laryngeal oxygen insufflation dapat meningkatkan waktu safe apnea sebanyak 1% dan menurunkan kecepatan desaturasi pada pemasangan laringoskopi untuk anak-anak. [5,11]

Penggunaan Oksigenasi Apneik pada Panduan Klinis

Meta analisis pada tahun 2017 menunjukkan bahwa oksigenasi apneik dapat menurunkan insidensi hipoksemia saat intubasi emergensi. Panduan praktik intubasi endotrakea pada pasien kritis dari British Journal of Anaesthesia juga telah merekomendasikan pemberian oksigenasi saat intubasi berlangsung, Metode yang direkomendasikan adalah menggunakan nasal kanul dengan aliran oksigen sebanyak 15 L/menit. [12,13] American College of Emergency Physician juga sudah menyetujui bahwa setiap pasien yang diintubasi pada setting gawat darurat sebaiknya diberikan oksigenasi apneik. [14]

Tetapi, perlu diketahui bahwa ada studi yang tidak mendukung manfaat dari oksigenasi apneik, salah satunya studi Vourc’h et al. Studi ini menunjukkan bahwa oksigenasi apneik menggunakan nasal kanul aliran tinggi (60 L/menit) tidak memiliki efikasi bermakna ketika dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan preoksigenasi selama 4 menit dengan sungkup.[15]

Rangkuman Singkat Cara Mengerjakan Oksigenasi Apneik

Pada setting gawat darurat, oksigen dapat diberikan melalui nasal kanul saat pasien sadar dengan dosis 6 L/menit, dapat ditingkatkan menjadi 15 L/menit ketika pasien sudah di sedasi atau pasien tidak sadar. Nasal kanul tetap terpasang selama proses intubasi. Lakukan preoksigenasi seperti biasa menggunakan sungkup, dan ketika tube endotrakea sudah terpasang, nasal kanul baru dilepas.

Kesimpulan

Oksigenasi apneik merupakan tindakan pemberian oksigen berbarengan dengan intubasi endotrakeal. Tindakan ini bertujuan untuk memperpanjang waktu safe apnea sebelum terjadi desaturasi oksigen, sehingga memberi dokter tambahan beberapa menit krusial untuk melakukan intubasi dan oleh karenanya meningkatkan keamanan bagi pasien.

Beberapa metode oksigenasi apneik, seperti dengan menggunakan nasal kanul, kateter nasofaring, buccal oxygen insufflation, dan laryngeal oxygen insufflation telah dibuktikan efikasinya dalam tindakan intubasi. Walaupun efikasi oksigenasi apneik menggunakan kateter nasofaring lebih tinggi dibandingkan metode lainnya, metode nasal kanul merupakan metode yang paling sering dipakai karena lebih mudah dilakukan dan ketersediaan alat yang lebih merata.

Panduan British Journal of Anaesthesia dan American College of Emergency Physician sudah merekomendasikan tindakan oksigenasi apneik rutin dilakukan pada setiap tindakan intubasi. Akan tetapi, ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa oksigenasi apneik tidak memiliki kegunaan yang bermakna ketika dibandingkan dengan tindakan preoksigenasi. Namun, mengingat tindakan oksigenasi apneik adalah tindakan yang rendah risiko, murah, dan dapat dengan mudah dimasukkan dalam protokol intubasi, tindakan ini dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus gawat darurat yang membutuhkan intubasi.

Referensi