Pemberian Oksigen yang Tidak Pada Tempatnya Meningkatkan Mortalitas Pasien

Oleh :
dr. Catherine Ranatan

Pemberian oksigen yang tidak pada tempatnya harus dihindari karena justru menyebabkan bahaya bagi pasien. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan reactive oxygen species yang terjadi pada penggunaan oksigen yang tidak perlu. Sudah saatnya oksigen diperlakukan sebagai obat yang membutuhkan indikasi dan dosis yang jelas.

Oksigen sering diberikan tanpa melihat tingkat saturasi oksigen pasien. Pemberian oksigen seperti ini dianggap dapat mencegah perburukan penyakit. Namun, hal ini justru disangkal oleh beberapa penelitian terbaru. Penggunaan oksigen pada penyakit akut, termasuk penggunaan pada sindrom koroner akut, yang tidak pada tempatnya justru meningkatkan mortalitas pasien.[1,2]

Sumber: J Heilman, Wikimedia commons, 2014. Sumber: J Heilman, Wikimedia commons, 2014.

Indikasi Pemberian Oksigen

Terapi oksigen merupakan pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan udara sekitar dengan tujuan memperbaiki atau mencegah gejala dan manifestasi dari hipoksia. Hal ini dapat dilakukan di antaranya menggunakan nasal kanul, masker sederhana, masker non-rebreathing. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk mengobati atau mencegah hipoksemia sehingga mencegah hipoksia jaringan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan ataupun kematian sel. Namun, pemberian yang tidak sesuai indikasi justru akan menyebabkan dampak sebaliknya.[3,4]

Indikasi dari terapi oksigen:

  • Hipoksemia: penurunan PaO2 pada darah di bawah nilai normal. PaO2 <60 atau SaO2 <90% pada pasien yang menghirup udara ruangan, atau dengan PaO2 dan atau SaO2 di bawah nilai yang dinginkan pada situasi klinis spesifik
  • Terapi jangka pendek seperti pada keracunan karbon monoksida atau pemulihan setelah anestesi
  • Absorbsi pneumothorax

  • Pasien sesak napas (laju napas di atas 20 x/menit) yang saturasi oksigennya masih normal
  • Pasien dengan risiko hipoksia jaringan, misalnya pasien asidosis metabolik atau sepsis[4]

Indikasi Pemberian Oksigen jika Saturasi Oksigen Tidak Dapat Ditentukan

Salah satu indikasi terapi oksigen adalah keadaan akut yang dicurigai terjadi hipoksia. Hipoksia pada umumnya dinilai dengan pulse oximetry atau analisis gas darah. Namun bila keduanya tidak tersedia atau sulit dilakukan, maka hipoksia dapat dicurigai dari gejala dan tanda dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.  

Gejala dan tanda dari hipoksia:  

  • Manifestasi neurologis (restlessness, ansietas, bingung, kejang atau koma)

  • Sianosis, kulit dan membran mukus berubah warna menjadi pucat atau kebiruan
  • Takipnea dan dispnea[13]

Pengaruh Terapi Oksigen yang Tidak Tepat

Pemberian terapi oksigen yang berlebih dan tidak sesuai indikasi dapat menyebabkan hiperoksemia, sehingga terjadi peningkatan jumlah reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS ini akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menyebabkan kerusakan hingga kematian sel. Kondisi inilah yang menyebabkan pengaruh buruk pada pasien sebagai berikut:

Memperpanjang Lama Rawat Inap

Pasien yang dirawat di ICU yang diberikan pemberian oksigen mencapai target 94-98% dibandingkan pasien dengan target 97-100%, ternyata dengan lama rawat lebih cepat >3 hari pada pasien dengan target lebih rendah. [8]

Memperburuk Perjalanan Penyakit

Hiperoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah jantung. Maka pemberian oksigen yang berlebih pada infark akut justru dapat menyebabkan hantaran oksigen menuju otot jantung terganggu. Pemberian oksigen high-flow justru dapat menyebabkan peningkatan gangguan reperfusi, luas dari infark, dan mortalitas pada infark miokard akut.  Hal ini juga diduga serupa pada aliran darah serebral pada stroke. [5]

Meningkatkan Mortalitas

Mortalitas meningkat pada pemberian oksigen pasca henti jantung, stroke akut, trauma pada otak, infark miokard akut, pasca resusitasi neonatal, dan pasien dengan keadaan kritis yang tidak disertai hipoksia. [8-9]

Target Terapi Oksigen

Pemberian oksigen perlu diberikan pada dosis yang sesuai agar tepat pada tujuannya yaitu tata laksana hipoksemia. Saturasi oksigen pada orang normal pada umumnya  berkisar 96-98%, namun sering kali terapi oksigen tetap diberikan bahkan ketika saturasi mencapai 100%.

Rekomendasi target saturasi oksigen menurut Thoracic Society of Australia and New Zealand (2015) yaitu 92-96% pada pasien kondisi akut dan 88-92% pada pasien dengan gagal napas kronis. Hal ini berbeda dengan rekomendasi menurut guideline dari British Thoracic Society (2017) yaitu target Sa02 mencapai 94-98% pada hampir seluruh pasien dengan penyakit akut. [10-11] Namun hal ini dibantahkan oleh penelitian terbaru yang menemukan bahwa pasien dengan SaO2 di atas 94-96% ternyata memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi tanpa meningkatkan outcome pasien. [12] Pada saturasi oksigen < 92% ternyata ditemukan peningkatan mortalitas, dengan peningkatan tertinggi pada saturasi oksigen <90%. Kadar saturasi oksigen yang dinyatakan tidak memiliki risiko peningkatan mortalitas yaitu >92%. [14,16]

Menurut rekomendasi dari studi terbaru, maka dianjurkan target saturasi oksigen pada yaitu 88-92% pada pasien dengan gagal napas kronis dan gagal napas hiperkapnea, dan 92-96% pada kondisi lainnya. Turunkan dosis oksigen yang diberikan bila saturasi melebihi 96% dan hentikan bila SaO2 sudah dapat mencapai target tanpa bantuan suplementasi oksigen.[1]

Penggunaan target saturasi oksigen berdasarkan rekomendasi tersebut tentunya harus disesuaikan dengan penyakit yang dialami dan kondisi pasien. Contohnya pada bronkiolitis, target saturasi oksigen yang lebih rendah, >90%, justru menghasilkan durasi rawat inap yang lebih singkat, waktu yang lebih singkat hingga bayi mendapatkan asupan makanan yang adekuat, serta lebih cepat kembali ke kondisi normal.[17]

Kesimpulan

Pemberian oksigen yang tidak sesuai indikasi justru akan menimbulkan bahaya bagi pasien, yaitu memperpanjang lama rawat inap, memperburuk perjalanan penyakit, hingga menyebabkan mortalitas. Indikasi pemberian oksigen adalah adanya hipoksemia, atau kondisi khusus seperti pneumothorax dan keracunan karbon monoksida.

Oksigen diberikan sampai target terapi tercapai. Berdasarkan rekomendasi terbaru, target terapi yang disarankan adalah saturasi oksigen 92-96%, kecuali pada kondisi gagal napas kronis dan gagal napas hiperkapnea yang membutuhkan target terapi lebih rendah, 88-92%. Walau demikian, rekomendasi target ini juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien, misalnya pada bronkiolitis, target terapi yang disarankan adalah saturasi oksigen di atas 90%. Pastikan oksigen diperlakukan sebagai obat, yang membutuhkan indikasi dan dosis pemberian yang jelas.

Referensi