Penggunaan Aspirin untuk Prevensi Kanker

Oleh :
dr. Qorry Amanda, M.Biomed

Berbagai penelitian telah meneliti penggunaan aspirin sebagai prevensi kanker. Data epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 40% populasi di negara berkembang pernah mengalami kanker sepanjang hidupnya. Di Indonesia, data riset kesehatan dasar (RISKESDAS) menunjukkan peningkatan dari 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1.000 penduduk pada tahun 2018.[1,2]

Beberapa strategi mencegah kanker, seperti gaya hidup sehat dan skrining kanker pada pasien berisiko, telah dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran terhadap kanker. Aspirin telah digunakan dalam beberapa praktik sehari-hari sebagai prevensi kanker. Beberapa studi menunjukkan selain dapat menurunkan tingkat mortalitas pasien kanker, aspirin juga telah diteliti memiliki efek tidak langsung untuk menginhibisi onkoprotein yang bertanggung jawab untuk regulasi sel malignan.[3-6]

Sumber: 14 Mostafa&zeyad, Wikimedia commons, 2014. Sumber: 14 Mostafa&zeyad, Wikimedia commons, 2014.

Mekanisme Aspirin untuk Prevensi Kanker

Mekanisme aspirin untuk prevensi kanker diketahui dapat terjadi melalui beberapa efek kerjanya, seperti:

Efek Antiinflamasi

Aspirin dapat menginhibisi enzim prostaglandin 2 (PTGS2) atau yang juga dikenal sebagai COX-2. Enzim tersebut sering dihasilkan pada inflamasi kronis mengundang sinyal proinflamasi yang memicu proliferasi sel, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), dan menjadikan sel resisten terhadap apoptosis.[7]

Efek Antiplatelet

Aspirin dapat mencegah terbentuknya tromboxan-A2 (TXA2) yang dimediasi platelet atau trombosit. TXA2 dapat berdampak aktivasi platelet yang menimbulkan respon peradangan. Kemampuan aspirin dalam mencegah teraktivasinya platelet tidak hanya akan berdampak pada penurunan risiko terbentuknya trombus pada jaringan pembuluh darah sel kanker, tetapi juga menghambat progres peradangan kronis yang terus terjadi pada kanker.[8]

Efek Anti-Kanker Lainnya

  1. Efek menghambat aktivasi gen PIK3CA

Beberapa penelitian mengonfirmasi bahwa aspirin terkadang lebih berpengaruh untuk mencegah progresivitas sel kanker dibandingkan dengan mencegah terbentuknya sel kanker sejak awal. Aspirin terbukti memperbaiki angka survival rate pada penderita kanker kolorektal yang mengalami mutasi gen PIK3CA.[9]

  1. Efek inaktivasi programmed cell death ligand–1 (PD-L1)

Aspirin dapat mencegah sel tumor ‘melarikan diri’ dari pengawas sel imun melalui inaktivasi PD-L1. PD-L1 banyak ditemukan di kanker payudara, ovarium, kandung kemih, usus besar, melanoma, dan paru.[10]

  1. Efek stimulasi proresolving mediator (SPM)

Aspirin dapat memicu terbentuknya pro resolving mediator yang bersifat kemoprotektif pada sel (disebut aspirin triggered atau disingkat AT). Dalam penelitian, aspirin terbukti dapat memicu produksi proresolving mediator seperti AT-lipoxin A4, AT-resolvin D1, dan AT-resolvin D3. Proresolving mediator tersebut dapat memicu fagositosis debris seluler kanker dan efek counter-regulating dari sitokin proinflamasi. Selanjutnya, proses ini akan menghasilkan resolusi inflamasi kronis yang terjadi akibat kematian sel setelah terapi, tanpa menimbulkan efek imunosupresi.[11-13]

Efikasi Aspirin untuk Mencegah Morbiditas dan Mortalitas Kanker

Sebuah meta-analisis dari 10 studi kasus kontrol (case control) menginvestigasi penggunaan aspirin dan/atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) pada pasien yang memiliki risiko kanker kolorektal. Jumlah pasien yang diteliti dalam studi ini adalah 8.643 pada kelompok kasus dan 8.553 pada kelompok kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dan/atau OAINS berkaitan dengan lebih rendahnya risiko kanker kolorektal pada individu dengan genotype rs2965667-TT (prevalensi 28% vs 38%).

Akan tetapi, pada genotype yang jarang, yaitu TA dan AA, justru ditemukan peningkatan prevalensi kanker kolorektal. Peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan aspirin dan/atau NSAID berkaitan dengan lebih rendahnya risiko kanker kolorektal yang bervariasi tergantung pada variasi genetik.[14]

Sebuah studi kasus kontrol di Denmark meneliti penggunaan aspirin dosis rendah dalam jangka panjang. Sebanyak 10.280 pasien dimasukkan ke dalam kelompok kasus dan 102.800 peserta dimasukkan ke dalam kelompok kontrol. Penggunaan aspirin dosis rendah dalam jangka panjang berkaitan dengan penurunan risiko kanker kolorektal sebanyak 27%, sedangkan untuk penggunaan aspirin secara kumulatif mendekati risiko keseluruhan.[15]

Meta-analisis dari 3 penelitian sejenis mendapati bahwa pengobatan dengan menggunakan aspirin selama 5 tahun atau lebih dalam berbagai dosis (antara 75–300 mg) per hari menurunkan risiko jangka panjang terjadinya kanker kolorektal sebanyak 24%.[16]

Penelitian di Swedia yang memeriksa efek jangka panjang dari konsumsi aspirin dosis rendah membuktikan terdapat penurunan risiko karsinoma hepatoseluler dan kematian yang terjadi akibat komplikasi penyakit hati. Penelitian ini dilakukan pada subjek yang menderita hepatitis kronis dari varian virus hepatitis B maupun hepatitis C. Penelitian ini berkesimpulan bahwa penurunan risiko kanker hepatoseluler dan kematian terjadi setelah konsumsi aspirin dosis rendah dilakukan sedikitnya selama 3 tahun atau lebih.[17]

Penelitian prospektif yang dilakukan pada 88.084 wanita dan 47.881 pria yang mengonsumsi aspirin selama 32 tahun menunjukkan adanya penurunan risiko yang signifikan pada insidensi semua jenis kanker, terutama tumor traktus gastrointestinal.[18]

Di lain sisi, sebuah studi yang dinamakan Aspirin in Reducing Events in the Elderly (ASPREE) menginvestigasi apakah aspirin enteric coated dengan dosis harian 100 mg dapat memperpanjang rentang hidup pada populasi usia lanjut yang sehat. Sebanyak 19.114 pasien yang berusia 65–70 tahun dimasukkan ke dalam penelitian dan diacak ke dalam kelompok intervensi yaitu aspirin dan kelompok plasebo.

Hasil studi menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dosis rendah, yaitu 100 mg per hari tidak memperpanjang tingkat kelangsungan hidup bebas disabilitas pada pasien lansia, yang Sebagian besar berusia 70 tahun.  Kematian akibat penyebab apapun terjadi pada 558 pasien pada kelompok aspirin dan 494 pasien pada kelompok plasebo. Temuan ini mengindikasikan bahwa pada lansia sehat berusia 70 tahun ke atas yang diberikan aspirin tanpa indikasi tampaknya memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan lansia yang mendapatkan plasebo, yang terutama berkaitan dengan kanker sebagai penyebab mortalitas.[19]

Perbandingan Manfaat dan Kerugian Penggunaan Aspirin Jangka Panjang

Penggunaan aspirin sering kali dikaitkan dengan risiko perdarahan saluran cerna. Penggunaan aspirin dalam jangka waktu yang lebih lama tampaknya dapat bermanfaat. Namun, belum ada kepastian mengenai pada usia berapa aspirin perlu dihentikan.[20]

Sebuah kajian sistematis dari berbagai penelitian observasional menyimpulkan bahwa penggunaan aspirin harian dengan dosis 75–325 mg tampaknya memiliki profil manfaat-kerugian yang menguntungkan.[19]

Dalam sebuah studi kohort prospektif oleh Huang et al mengobservasi risiko perdarahan saluran cerna pada akibat penggunaan aspirin jangka panjang. Dari antara 87.680 wanita yang diikutkan pada studi ini, 1.537 kasus perdarahan saluran cerna telah dilaporkan. Peneliti menemukan bahwa kelompok yang mengonsumsi aspirin rutin dengan dosis ≥650 mg per minggu memiliki risiko perdarahan saluran cerna yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak mengonsumsi aspirin.

Dari hasil analisis ditemukan bahwa risiko perdarahan saluran cerna tampaknya lebih berkaitan dengan dosis yang besar dibandingkan dengan lama penggunaan. Peneliti menganjurkan bahwa efek samping aspirin dapat diminimalkan dengan menggunakan dosis efektif yang terkecil pada penggunaan jangka pendek maupun jangka panjang.[21]

Pada tahun 2007 US Preventive Services Task Force (USPSTF) melakukan sebuah systematic review dan meta-analisis terhadap penggunaan aspirin dalam menurunkan insidensi kanker kolorektal. Hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa efek samping berat berupa perdarahan saluran cerna dan otak menjadikan penggunaan aspirin untuk mencegah kanker kolorektal patut ditunda untuk mereka yang tidak punya risiko tinggi menderita kanker kolorektal.

Namun, pada tahun 2016 USPSTF meralat pedoman yang telah disepakati pada tahun 2007 tersebut setelah mendapati penurunan insidensi kanker kolorektal pada orang yang mengonsumsi aspirin selama 5–10 tahun.

USPSTF menyarankan bahwa orang yang berusia 50–59 tahun dengan usia harapan hidup lebih dari 10 tahun sebaiknya mengonsumsi aspirin sebagai pencegahan terhadap kanker kolorektal bila tidak punya faktor risiko yang dapat menyebabkan efek samping perdarahan. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, aspirin diketahui tidak hanya dapat mencegah kanker kolorektal tapi juga berpotensi mencegah terjadinya kanker payudara, kanker esofagus, kanker hati, kanker prostat, karsinoma sel basal, dan kanker paru.[4-6]

Rekomendasi Penggunaan Aspirin untuk Prevensi Kanker

Sampai saat ini, pedoman konsumsi aspirin rutin harian untuk mencegah kanker hanya dikeluarkan oleh USPSTF dan tidak dimaksudkan sebagai rekomendasi utama menggantikan US Government. USPSTF merekomendasikan konsumsi aspirin dosis rendah sebagai prevensi utama penyakit kardiovaskuler dan kanker kolorektal pada orang yang berusia 50–59 tahun yang memiliki risiko dalam 10 tahun mengalami kejadian kardiovaskuler, tidak punya faktor risiko perdarahan, dan punya usia harapan hidup setidaknya selama 10 tahun.[4]

Kesimpulan

Beberapa studi menunjukkan potensi aspirin untuk menurunkan insidensi dan mortalitas kanker, terutama kanker kolorektal. Akan tetapi masih terdapat bukti yang bertentangan akan aspek keamanannya, mengingat aspirin dapat menyebabkan efek samping berupa perdarahan. Dalam hal ini, penggunaan aspirin yang bertujuan menurunkan risiko dan mortalitas kanker perlu dilakukan secara hati-hati, terutama pada orang yang memiliki risiko perdarahan, lansia sehat, serta orang yang tidak memiliki indikasi penggunaan aspirin.

Studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan profil keamanan aspirin serta menilai dosis efektif, durasi pemberian yang aman, dan populasi target yang dapat memanfaatkan aspirin sebagai prevensi kanker.

 

Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan

Referensi