Penggunaan Child-Pugh Score pada Penyakit Hati Kronis

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla

Child-Pugh score merupakan sistem skoring yang penting diketahui dokter dalam menangani sirosis hepatis. Sistem skoring ini bermanfaat untuk memprediksi tingkat keparahan disfungsi hati, serta memprediksi prognosis penyakit hati kronis, seperti sirosis hepatis. Sistem skoring ini awalnya digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan rencana transplantasi hati. Namun, penggunaan Child-Pugh score untuk tujuan tersebut memiliki beberapa limitasi dan kini sistem skoring ini digunakan untuk menentukan tingkat keparahan disfungsi hati dan prediksi mortalitas sirosis hepatis.

Child-Pugh Score dan Penyakit Hati Kronis

Perjalanan klinis yang kronis dari semua penyakit hati menimbulkan kerusakan pada parenkim hati, fibrosis hati difusa yang progresif, serta pembentukan nodul regeneratif yang dapat menimbulkan sirosis hepatis. Sirosis hepatis memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan menyebabkan satu juta kematian per tahun di seluruh dunia. 

Penggunaan Child Pugh Score pada Penyakit Hati Kronis

Beberapa alat atau sistem skoring dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat disfungsi hati, salah satunya adalah Child-Pugh score atau disebut juga Child-Pugh-Turcotte (CTP) score

Pemahaman tentang Child-Pugh score beserta interpretasinya dapat berguna dalam aplikasi klinis perawatan pasien serta mencegah mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita sirosis hepatis akibat observasi yang tidak adekuat maupun intervensi yang tertunda.[1,2,4] 

Parameter Child-Pugh Score

Sistem skoring Child-Pugh terdiri dari beberapa parameter klinis dan mengklasifikasi penderita sirosis hepatis menjadi tiga kelompok berdasarkan hasil skoring sebagai interpretasi prediksi kesintasan.[1,2,4] 

Parameter klinis yang dinilai adalah ensefalopati hepatikum, asites, bilirubin, albumin, dan international normalized ratio (INR). Parameter ensefalopati dan asites memerlukan penilaian yang subjektif. Sementara penilaian parameter bilirubin, albumin dan INR  berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang bersifat objektif.[2]

Ensefalopati Hepatikum

Ensefalopati hepatikum merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hepatis melalui berbagai mekanisme, seperti hiperamonia dan penurunan hepatic uptake. Beberapa kondisi seperti infeksi, ketidakseimbangan elektrolit, dan perdarahan dapat menjadi faktor presipitasi timbulnya ensefalopati hepatikum. Ensefalopati hepatikum juga dapat menggambarkan tingkat keparahan[1,5-8] 

Pada Child-Pugh score, komponen ensefalopati hepatikum dinilai secara subjektif dan terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu: tidak ada ensefalopati hepatikum (diberi nilai 1), terdapat ensefalopati hepatikum grade 1 dan 2 (diberi nilai 2), dan terdapat ensefalopati hepatikum grade 3 dan 4 (diberi nilai 3).[2,4]

Asites

Asites merupakan kondisi yang umum ditemukan pada pasien sirosis hepatis. Asites terjadi akibat penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum akibat mekanisme transudasi. Evaluasi asites pada Child-Pugh score bersifat subjektif, dengan pemberian nilai 1 pada pasien yang tidak mengalami asites, nilai 2 untuk asites yang ringan atau terkontrol dengan terapi, serta nilai 3 untuk asites yang berat atau kurang terkontrol.[1,2,8]

Bilirubin

Bilirubin merupakan pigmen empedu dan produk dari pemecahan heme melalui degradasi hemoglobin dalam retikulum endoplasma. Kadar bilirubin dalam serum menggambarkan tingkat kesanggupan hati dalam mengkonjugasi bilirubin. Kadar bilirubin dapat meningkat pada sirosis hepatis lanjut, sehingga sering kali dijadikan parameter penting untuk memprediksi mortalitas.[4,8]

Child-Pugh score memberikan nilai 1 untuk kadar bilirubin <2 mg/dL, nilai 2 untuk kadar bilirubin 2–3 mg/dL, serta nilai 3 untuk kadar bilirubin >3 mg/dL.[1,2]

Albumin

Albumin merupakan protein plasma yang disintesis oleh hati, berfungsi sebagai protein pembawa dan pengikat berbagai substansi. Albumin juga berkontribusi terhadap 80% tekanan onkotik koloid plasma normal dan mempertahankan permeabilitas kapiler. Kadar albumin dapat mengalami penurunan pada sirosis hepatis lanjut.[8,9] 

Penilaian parameter albumin pada Child-Pugh score sebagai berikut; nilai 1 diberikan untuk kadar albumin >3,5 mg/mL, nilai 2 diberikan untuk kadar albumin 2,8–3,5 mg/mL, dan nilai 3 diberikan untuk kadar albumin <2,8 mg/mL[2]

International Normalized Ratio (INR)

International normalized ratio (INR) merupakan derivat dari prothrombin time (PT) yang dihitung sebagai rasio PT pasien terhadap PT kontrol yang telah distandarisasi oleh WHO. INR digunakan sebagai dasar penentu terapi obat antikoagulan. Fungsi sintetik pada penyakit hati akan terganggu dan mengakibatkan produksi faktor koagulasi. Dalam Child-Pugh score, INR digunakan sebagai pengganti PT, dengan nilai 1 untuk INR <1,7, nilai 2 untuk INR 1,72,2, dan nilai 3 untuk INR >2,2.[2-3,10-11] 

Tabel 1. Child-Pugh Score

tabel 1-min

Sumber: dr. Eva Naomi, 2021[2]

Interpretasi dan Signifikansi Klinis dari Child-Pugh Score

Interpretasi Child-Pugh score terbagi atas tiga klasifikasi setelah hasil penilaian masing-masing parameter dijumlahkan. Interpretasi tersebut dapat menggambarkan derajat morbiditas penyakit hati, termasuk sirosis hepatis, serta memprediksi prognosis penyakit melalui angka kesintasan.[1,2,4]

Child-Pugh score memiliki signifikansi klinis memprediksi waktu yang tepat untuk dilakukan tindakan intervensi, memprediksi risiko mortalitas pascaoperasi portacaval shunt, serta mortalitas dari komplikasi yang terjadi.[1,2,4]

Interpretasi Child-Pugh Score

Hasil akhir Child-Pugh score diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu CTP-A (5–6 poin), CTP-B (7–9 poin), dan CTP-C (10–15 poin). Pasien sirosis hepatis dengan CTP-A memiliki harapan hidup 15–20 tahun dengan tingkat mortalitas perioperatif sebesar 10%. CTP-B merupakan indikasi untuk dilakukannya evaluasi transplantasi, dan tingkat mortalitas perioperatif pada kelas ini adalah sebesar 30%.

Pasien dengan CTP-B memiliki harapan hidup 1–3 tahun dengan tingkat mortalitas perioperatif sebesar 82%.[2,12] 

Signifikansi Klinis Child-Pugh Score

Child-Pugh score memiliki beberapa signifikansi klinis, salah satunya sebagai prediktor mortalitas pascaoperasi portacaval shunt yang telah divalidasi. Pasien dengan CTP-A memiliki tingkat mortalitas pascaoperasi portacaval shunt sebesar 10% dan CTP-B sebesar 30%. Sementara untuk CTP-C memiliki tingkat mortalitas sebesar 70-80%.[2] 

Signifikansi klinis lainnya dari Child-Pugh score adalah penentuan waktu dilakukannya intervensi atau tindakan operasi, seperti portacaval shunt surgery. Pasien dengan CTP-A merupakan pasien yang aman untuk operasi elektif. Pasien dengan CTP-B diperkenankan untuk mendapatkan intervensi operasi setelah optimalisasi medis, meskipun masih terdapat peningkatan risiko terjadinya mortalitas. Operasi elektif dikontraindikasikan pada pasien dengan CTP-C.[1,2,4]

Child-Pugh score juga dapat membantu memprediksi risiko mortalitas dan perkembangan komplikasi disfungsi hati, seperti perdarahan pada varises esofagus. Sebuah penelitian melaporkan bahwa mortalitas keseluruhan dalam satu tahun pada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi perdarahan esofagus adalah sebesar 0% (CTP-A), 20% (CTP-B), dan 55% (CTP-C).[2,5,11]

Analisis Keterbatasan Child-Pugh Score 

Child-Pugh Score memiliki beberapa keterbatasan utama sebagai sistem skoring untuk memprediksi tingkat keparahan disfungsi hati serta dan menentukan prognosis. Evaluasi parameter ensefalopati hepatikum dan asites pada Child-Pugh score merupakan penilaian yang bersifat subjektif dan dapat bervariasi menurut penilaian dokter serta dapat dipengaruhi penggunaan diuretik dan laktulosa.[1,2,11] 

Salah satu parameter dari Child-Pugh score yaitu INR tidak cukup signifikan untuk merefleksi keadaan koagulopati dan disfungsi hati pada kondisi sirosis hepatis. Hal tersebut disebabkan karena INR dirancang sebagai standar pemantauan, efikasi, serta keamanan klinis pasien selama menggunakan warfarin, sehingga INR tidak cukup valid untuk menilai kerusakan dan disfungsi hati.[2-3,10-11]

Parameter asites pada Child-Pugh score memiliki hubungan kausal dengan hipoalbuminemia, yang jika ditentukan dan dievaluasi secara bersamaan dapat menimbulkan bias. Sistem skoring Child-Pugh juga tidak memperhitungkan fungsi ginjal sebagai bagian dari parameter dalam sistem skoringnya, walaupun fungsi ginjal dapat menggambarkan tingkat morbiditas adanya sindrom hepatorenal pada sirosis hepatis lanjut.[2,3,11,13]

Limitasi bermakna lainnya adalah tingkat morbiditas pasien yang tidak dapat dibedakan secara adekuat. Oleh karena itu, penentuan prioritas optimalisasi medis dan waktu tunggu dalam transplantasi hati perlu diperhatikan. Implementasi Child-Pugh score pada pasien dengan INR 6 dan kadar bilirubin 14 mg/dL akan berpotensi menghasilkan skor yang sama dengan pasien yang memiliki INR 2,3 dan kadar bilirubin 4,0 mg/dL karena sistem skoring ini memiliki rentang nilai yang lebih sempit dan parameter yang kurang beragam, bila dibandingkan dengan sistem skoring model for end-stage liver disease (MELD).[1,2,4]

Studi Tinjauan Efektivitas Child-Pugh Score 

Berbagai studi telah dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari Child-Pugh score dan dibandingkan dengan sistem skoring lainnya.[1,4,15] 

Studi Nagaraja et al 

Studi penelitian ini membandingkan kinerja Child-Pugh score dengan skor albumin-bilirubin (ALBI) secara retrospektif dalam memprediksi mortalitas pasien dengan penyakit hati kronis. Penelitian ini melibatkan 299 pasien rentang usia 2085 tahun dengan penyakit hati kronis.[14]

Pada penelitian ini, kurva receiver operating characteristic (ROC) diaplikasikan untuk mengidentifikasi kemampuan diskriminatif  dari Child-Pugh score dan skor ALBI untuk memprediksi mortalitas di rumah sakit. Area under curve (AUC) pada penelitian ini juga dihitung dan dibandingkan.[14] 

Hasil penelitian ini menunjukkan sebanyak 59 pasien dari 299 pasien mengalami mortalitas di rumah sakit dengan persentase angka mortalitas sebesar 19,73%. AUC untuk memprediksi mortalitas di rumah sakit pada Child-Pugh score adalah 0,549, sementara untuk skor ALBI 0,586. 

Nilai cut-off terbaik Child-Pugh score dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit adalah 10 dengan sensitivitas 76,27%, spesifisitas 34,58%, positive likelihood ratio (PLR) 1,165 dan negative likelihood ratio (NLR) 0,686. Sementara untuk nilai cut-off terbaik skor ALBI sebesar -1,01, dengan sensitivitas 94,92%, spesifisitas 32,5%, PLR sebesar 1,406 dan NLR 0,156.[14]

Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Child-Pugh score dan skor ALBI memiliki kemampuan yang sebanding dalam memprediksi mortalitas di rumah sakit pada pasien dengan penyakit hati kronis. Namun, Child-Pugh score dengan hasil penilaian >10 memiliki kinerja yang lebih baik dalam memprediksi mortalitas dibandingkan dengan skor  ALBI.[14]

Studi Shi- Zhe et al 

Studi penelitian ini merupakan penelitian retrospektif observasional yang  bertujuan untuk membandingkan nilai prognostik dari beberapa sistem skoring seperti Child-Pugh score, ALBI, MELD, skor MELD terintegrasi (iMELD), dan skor MELD yang dikombinasikan dengan konsentrasi natrium (MELD-Na) yang sering digunakan untuk memprediksi mortalitas pada pasien sirosis hepatis dekompensata.[1] 

Hasil studi penelitian ini melaporkan bahwa semua skor prognostik termasuk Child-Pugh score menunjukkan signifikansi dalam memprediksi kematian pada pasien sirosis hepatis dekompensata pada 28 hari, 90 hari, dan 6 bulan serta merupakan alat atau sistem skoring yang optimal untuk memprediksi prognosis (P <0,001) .[1]

Studi Marza et al 

Studi penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional yang melibatkan 32 pasien sirosis hepatis yang menjalani pemeriksaan di poli dan ruang rawat inap penyakit dalam rumah sakit umum di Banda Aceh dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara Child-Pugh score dengan kualitas hidup pasien sirosis hepatis. Kualitas hidup pasien sirosis hepatis pada penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen Short-Form 36/ SF-36.[15]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan CTP-A yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 7 orang (77,8%) dan kualitas hidup buruk sebanyak 2 orang (22,2%), pasien dengan CTP-B seluruhnya memiliki kualitas hidup yang buruk sebanyak 14 orang (100%) dan pasien dengan CTP-C juga seluruhnya memiliki kualitas hidup buruk yaitu sebanyak 9 orang (100%). Hasil uji Kruskall Wallis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Child-Pugh score dan kualitas hidup pasien sirosis hepatis.[15]

Kesimpulan

Child-Pugh score merupakan suatu instrumen atau sistem skoring yang digunakan untuk memprediksi tingkat morbiditas dari disfungsi hati dan sebagai prediktor prognosis pada penyakit hati kronis. Skoring ini juga berguna untuk menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan intervensi serta evaluasi pasien dengan rencana transplantasi hati.

Sistem skoring Child-Pugh memiliki lima parameter klinis antara lain; ensefalopati hepatikum, asistes, bilirubin, albumin, dan INR. Setiap parameter memiliki nilai tertentu dan hasil dari sistem skoring ini mengklasifikasi penderita sirosis hepatis menjadi tiga kelompok berdasarkan hasil skoring sebagai interpretasi prediksi kesintasan.

Beberapa keterbatasan utama dari sistem skoring Child-Pugh adalah evaluasi parameter ensefalopati hepatikum serta asites memiliki penilaian yang bersifat subjektif dan bervariasi, parameter INR yang tidak cukup signifikan untuk merefleksi keadaan koagulopati dan disfungsi hati pada kondisi sirosis hepatis, serta adanya hubungan kausal antara hipoalbuminemia dengan parameter asites yang dapat menimbulkan bias.

Child-Pugh score juga tidak memiliki rentang nilai yang lebih luas serta parameter yang lebih bervariasi bila dibandingkan dengan sistem skoring MELD. Namun, beberapa studi penelitian yang membandingkan Child-Pugh score dengan sistem skoring lainnya melaporkan bahwa Child-Pugh score memiliki kinerja yang lebih baik dalam memprediksi mortalitas serta prognosis dan juga memiliki korelasi dengan kualitas hidup pasien sirosis hepatis. 

Pentingnya pengetahuan yang baik mengenai Child-Pugh score dan interpretasinya terutama pada klinisi yang menatalaksana pasien penyakit hati kronis, sehingga klinisi dapat memberikan perawatan medis secara optimal, holistik, dan dapat mencegah mortalitas  serta menurunkan morbiditas akibat observasi yang tidak adekuat maupun intervensi yang tertunda pada pasien penyakit hati kronis.

Referensi