Epidemiologi Inkompatibilitas ABO
Epidemiologi inkompatibilitas ABO di seluruh dunia memiliki frekuensi yang berbeda di setiap negara, dikarenakan golongan darah ABO memiliki jumlah populasi yang berbeda disetiap negara. Golongan darah tipe O merupakan yang paling umum dijumpai mengalami inkompatibilitas di dunia, namun di Afrika dan Eropa golongan darah tipe A memiliki angka kejadian inkompatibilitas yang cukup luas, sedangkan golongan darah tipe B tercatat tinggi di populasi negara Asia.
Angka kejadian inkompatibilitas ABO pada kehamilan yaitu 12–15 % dari setiap kehamilan, dengan angka 3- 4% yang mensensitisasi janin dan < 1% yang mengakibatkan hemolisis berat pada neonatus tetapi menyumbang ⅔ dari kasus hemolitik yang diamati pada neonatus.[2,5,7]
Global
Inkompatibilitas ABO pada ibu dan bayi terjadi pada 1 dari setiap 5 kehamilan pada orang kaukasia. Insiden hemolytic disease of newborn (HDN) karena inkompatibilitas ABO di Inggris yaitu 2% pada setiap kelahiran dengan 0,03% yang mengalami hemolisis berat.[3,8]
Insiden HDN karena inkompatibilitas ABO pada orang kulit hitam tercatat lebih tinggi dibanding ras kaukasia yang disebabkan oleh prevalensi dan titer yang lebih tinggi dari antibodi anti-A dan anti-B pada orang kulit hitam.[3,8]
Sementara itu, di Amerika Serikat, kasus akut hemolitik karena transfusi yang dimediasi oleh imun yang dapat berakibat fatal frekuensi 1 kasus per 250.000 – 600.000 populasi, sedangkan untuk akut hemolitik yang tidak fatal memiliki frekuensi kejadian 1 kasus pe 6.000–33.000 populasi.[3,8]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi nasional mengenai inkompatibilitas ABO di Indonesia.
Mortalitas
Inkompatibilitas ABO pada transfusi dapat menyebabkan reaksi hemolitik akut yang merupakan reaksi transfusi akut yang berat dan fatal. Individu yang selamat dari reaksi akut ini, berpotensi mengalami gagal ginjal dan disseminated intravascular coagulation (DIC) serta risiko kematian ikut meningkat bersamaan dengan jumlah volume darah yang tidak kompatibel yang ditransfusikan.
Pada HDN, secara klinis, ikterus yang signifikan (kadar total bilirubin >12 mg/dl) terjadi pada 4% dari kehamilan. Sebagian besar kasus bermanifestasi sebagai hiperbilirubinemia neonatal pada 24 jam pertama kelahiran. Transfusi tukar diperlukan pada 1 kasus per 1.000–4.000 kehamilan.
Sebelum diperkenalkannya intervensi berupa transfusi tukar pada tahun 1945 oleh Wallerstain, angka kematian perinatal mencapai 50% dan setelah ada intervensi menjadi 25%. Lalu dikenalkannya transfusi intraperitoneal oleh William Liley pada tahun 1963 dan intravaskuler transfusi oleh Rodeck pada tahun 1981, mengurangi angka morbiditas dan mortalitas sampai pada angka 16%.[3,6,9]