Prevalensi dan Penyebab Gangguan Tajam Penglihatan pada Populasi di Asia Tenggara

Oleh :
dr. Florentina Priscilia

Asia Tenggara menjadi salah satu regio dengan kejadian gangguan tajam penglihatan tertinggi. Hal ini berkaitan dengan beberapa kondisi seperti kesadaran masyarakat yang kurang terkait kesehatan mata, pelayanan kesehatan yang belum memadai secara merata, serta keterbatasan fasilitas dan sumber daya tenaga kesehatan.

Prevalensi gangguan tajam penglihatan merupakan salah satu gangguan dengan kejadiaan tertinggi yang mencapai lebih dari 2,2 milyar orang di dunia, dengan separuh dari kejadian yaitu 1 milyar orang merupakan kejadian yang dapat dicegah.[1,2]

shutterstock_1829962127

Kondisi gangguan tajam penglihatan sampai dengan kebutaan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Sebagian besar kasus akan berhubungan dengan kondisi disabilitas dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang.[1-4]

Gangguan tajam penglihatan secara internasional diklasifikasikan dengan kriteria dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 yaitu sebagai berikut.

  1. Ringan yaitu tanpa atau gangguan tajam penglihatan ringan dengan visus ≥ 6/18 (logmar ≥ 0.3)
  2. Sedang yaitu gangguan tajam penglihatan dengan visus kurang dari 6/18 sampai dengan 3/60 (logmar kurang dari 0.3 sampai dengan 0.05)
  3. Berat (kebutaan) yaitu gangguan tajam penglihatan dengan visus kurang dari 3/60 sampai dengan tanpa persepsi cahaya (logmar kurang dari 0.05 sampai dengan persepsi cahaya)[1-4]

Secara global, penyebab gangguan tajam penglihatan dapat dihindari dan diatasi saat dilakukan pengobatan yang optimal, seperti gangguan refraksi, katarak, dan glaukoma. Berdasarkan hal tersebut maka, data yang akurat mengenai prevalensi dan penyebab dari gangguan tajam penglihatan sesuai dengan data demografis merupakan hal yang sangat mendasar untuk kebijakan kesehatan publik, termasuk alokasi sumber daya kesehatan, program pelayanan kesehatan, sampai dengan prioritas untuk pengembangan penelitian dan teknologi.[1,2,4,5]

Prevalensi gangguan tajam penglihatan bervariasi berdasarkan letak demografis dan pendapatan suatu negara. Didapatkan data bahwa negara dengan pendapatan yang rendah memiliki risiko 8 kali lebih besar daripada negara dengan pendapatan tinggi. Pada negara berpendapatan rendah-sedang dengan prevalensi penyebab tertinggi adalah katarak sedangkan di negara berpendapatan tinggi angka kejadian gangguan tajam penglihatan lebih rendah dan sebagian besar berkaitan dengan retinopati diabetik, glaukoma, dan degenerasi makula.[3,5-7].

Negara dengan kejadian tertinggi terjadi di dunia adalah Asia yaitu angka kejadian mencapai 51% dari populasi di dunia, hal ini termasuk Asia Selatan (61,2 juta orang), Asia Timur (52,9 juta orang), dan Asia Tenggara (20.8 juta orang). [8,9]

Prevalensi Penurunan Tajam Penglihatan di Asia Tenggara

Berdasarkan telaah sistematik yang dilakukan oleh Keeffe et al. didapatkan bahwa gangguan tajam penglihatan di Asia Tenggara lebih banyak dialami oleh wanita yang berdasarkan klasifikasi gangguan tajam penglihatan 1 sampai dengan 5, berikut merupakan gambaran deskriptif prevalensi rerata sebaran jenis kelamin pasien dengan penurunan tajam penglihatan berdasarkan pembagian klasifikasi WHO.

  • Derajat ringan memiliki rerata kejadiaan pada kelompok wanita 3.86% dan pria 3.76%
  • Derajat sedang memiliki rerata kejadiaan pada kelompok wanita 5.09% dan pria 4.64
  • Derajat berat memiliki rerata kejadiaan pada kelompok wanita 0.83% dibandingkan dan pria yatu 0.57%[1,3,4]

Sebaran demografis usia didapatkan bahwa persentase lebih besar ditemukan pada usia lebih dari 50 tahun dengan perbandingan laki-laki dengan perempuan adalah 2 : 3. Hal ini sebanding dengan kondisi global bahwa peningkatan angka harapan hidup berkaitan dengan beberapa penyakit degeneratif mata. Termasuk dengan gangguan tajam penglihatan degeneratif seperti katarak, degenerasi makula, dan glaukoma. Sehingga dengan bertambahnya usia, maka seseorang akan memiliki risiko kejadian gangguan tajam penglihatan yang meningkat.[6-8]

Penyebab Penurunan Tajam Penglihatan di Asia Tenggara

Penyebab dari gangguan tajam penglihatan pada pasien di Asia Tenggara hampir serupa dengan distribusi pada negara berpendapatan rendah-sedang lainnya.[1,10]

Berikut merupakan urutan dari penyebab tertinggi sebagai berikut:

  • Katarak yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 33,95% dan derajat berat yaitu 45%
  • Gangguan refraksi yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 46% dan derajat berat 15,57%
  • Degenerasi makula yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 3,46% dan derajat berat yaitu 5,24%
  • Glaukoma yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 1,57% dan derajat berat yaitu 6,99%
  • Kelainan pada kornea yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 1,63% dan derajat berat yaitu 4,39%
  • Retinopati diabetik yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 0,71% dan derajat berat yaitu 0,59%
  • Trakoma yang menyebabkan gangguan tajam penglihatan dengan klasifikasi ringan-sedang yaitu 0,07% dan derajat berat yaitu 0,13%[1,10]

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tajam Penglihatan

Berdasarkan data dari penelitian Flaxman et al. didapatkan bahwa lebih dari 50% gangguan tajam penglihatan disebabkan oleh katarak dan gangguan refraksi. Penyebab ini sangat mungkin untuk dicegah progresivitas dan komplikasi ke arah gangguan tajam penglihatan dengan penanganan yang tepat dan optimal.[10]

Berkaitan dengan distribusi usia, dari penelitian Bourne dan Wong didapatkan bahwa sekitar 44% dari penderita katarak di Asia Tenggara dialami oleh kelompok usia >50 tahun, sedangkan yang berkaitan dengan retinopati diabetik diabetes dan trakoma hanya terjadi pada beberapa Negara di Asia Tenggara dengan sebagian besar ditemukan pada negara yang berpendapatan lebih tinggi. [10-12]

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyebab gangguan tajam penglihatan merupakan penyakit yang dapat ditangani dan dicegah progresifitasnya menjadi suatu gangguan tajam penglihatan bahkan kebutaan. Beberapa pilihan terapi adalah tindakan operatif pada pasien katarak, tatalaksana medikamentosa atau operatif pada pasien dengan gangguan refraksi, deteksi dini dan tatalaksana awal pada pasien dengan glaukoma dan degenerasi makular, dan program pengontrolan gula darah pada pasien dengan diabetes.[1,4,10]

Upaya Promosi Kesehatan secara Nasional dan Internasional

Data epidemiologis secara khusus prevalensi dan penyebab gangguan tajam penglihatan memiliki peranan penting untuk melakukan prediksi jumlah pasien gangguan tajam penglihatan pada suatu Negara/daerah, dan dapat dilakukan deteksi awal khususnya pada orang yang memiliki faktor risiko.[1,13]

Secara global, diperlukan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan ini yang telah direkomendasikan oleh WHO, sebagai berikut:

  • Membuat pelayanan kesehatan mata yang terintegrasi dengan asuransi kesehatan universal
  • Mengimplementasikan pelayanan yang terpusat pada masing-masing individu pasien
  • Melakukan monitor insidensi, prevalensi, dan progresi dari gangguan tajam penglihatan
  • Meningkatkan kesadaran dan keikutsertaan komunitas untuk kesehatan mata
  • Mengoptimalisasi penelitian dengan kualitas yang baik[10-13]

Rekomendasi tersebut juga menjadi panduan untuk Indonesia dengan beberapa hal yang menjadi fokus adalah ketersediaan data gangguan penglihatan dan kebutaan yang lebih valid, komitmen dari pemerintah, dukungan dari lintas sektor, serta puskesmas yang memperkuat sistem rujukan dan integrasi pelayanan kesehatan secara khusus mata.[1,14]

Kesimpulan

Gangguan tajam penglihatan pada populasi di Asia Tenggara memiliki angka kejadian yang masih tinggi. Sebagian besar kasus yaitu lebih dari 50% berkaitan dengan penyebab berupa katarak dan gangguan refraksi. Data epidemiologi ini bisa menjadi rekomendasi kesehatan untuk negara-negara di Asia Tenggara sehingga peningkatan kejadian gangguan tajam penglihatan dapat ditekan di masa yang akan datang.[1-3,5-8]

Melalui data epidemiologis yang akurat, maka dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk strategi promosi dan pelayanan kesehatan secara khusus untuk kesehatan mata yang terintegrasi. Beberapa rekomendasi yang akan berkaitan adalah perbaikan model pelayanan kesehatan mata, penyediaan akses untuk pemeriksaan mata, program deteksi dini dan tatalaksana optimal secara medikamentosa maupun operatif, dan pemenuhan perbandingan sumber daya medis dengan populasi masyarakat.[1,2,6,9]

Program kesehatan akan lebih berjalan dengan baik dan tepat sasaran bila disesuaikan dengan prevalensi dan penyebab gangguan tajam penglihatan dari masing-masing negara sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara optimal, efektif, dan efisien.[1,2,6,9]

Referensi