Remdesivir Tidak Bermanfaat sebagai Terapi COVID-19

Oleh :
dr. Hendra Gunawan SpPD

Studi terkini telah membuktikan bahwa remdesivir tidak bermanfaat sebagai terapi COVID-19. Sebelumnya, studi berskala kecil sempat melaporkan bahwa obat ini dapat mempercepat waktu kesembuhan pasien COVID-19. Namun, bukti dari studi-studi yang lebih baru dan berskala lebih besar ternyata tidak mendukung manfaat remdesivir.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai tantangan dalam pelayanan kesehatan. Salah satu tantangan tersebut adalah penemuan antivirus yang bisa mengurangi durasi rawat inap dan mortalitas. Remdesivir, suatu inhibitor RNA polimerase, menunjukkan efek antivirus yang baik terhadap SARS-CoV-1 dan MERS-CoV dalam studi in vitro. Oleh karena itu, muncul hipotesis bahwa obat ini juga mungkin bermanfaat untuk eliminasi SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.[1,2]

Studi Terdahulu tentang Efektivitas Remdesivir terhadap COVID-19

Uji klinis acak berskala kecil oleh Beigel dkk., yang melibatkan 1.062 pasien COVID-19 di tahun 2020 melaporkan bahwa obat ini mempercepat waktu kesembuhan pasien di rumah sakit bila dibandingkan plasebo.

Remdesivir Tidak Bermanfaat sebagai Terapi COVID-19-min

Penggunaan remdesivir memiliki median waktu perbaikan klinis 10 hari (95%IC 9–11) dibandingkan median waktu 15 hari pada plasebo (95%IC 13–18). Namun, studi ini tidak menjabarkan derajat keparahan COVID-19 yang dianalisis.[2]

Spinner et al juga melakukan penelitian pada tahun 2020 terhadap 584 pasien. Studi ini menilai efikasi remdesivir sebagai terapi COVID-19 dengan manifestasi klinis sedang. Hasil menunjukkan bahwa pemberian remdesivir selama 5 hari memiliki perbaikan klinis yang bermakna dibandingkan terapi standar (OR 1,65; 95%IC 1,09–2,48; p=0,02). Namun, tidak ada perbedaan bermakna antara perbaikan klinis grup yang menerima remdesivir 10 hari dan grup yang menerima terapi standar (P=0,18).[3]

Pada bulan Mei 2020, Wang et al juga mempelajari 237 pasien COVID-19 derajat berat yang menerima remdesivir atau plasebo. Studi ini melaporkan bahwa perbaikan klinis pada grup remdesivir tidak bermakna secara statistik (HR: 1,23; 95%IC 0,87–1,75).[4]

Meta analisis dan tinjauan sistematik oleh Rezagholizadeh et al yang mempelajari 5 uji klinis acak terkontrol dan 5 studi intervensi tidak acak juga melaporkan bahwa rerata perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai perbaikan klinis antara remdesivir dan modalitas lain adalah 2,99 hari (95%IC 2,71–3,28). Namun, angka tersebut tidak signifikan ketika dilakukan analisis sensitivitas karena terbatasnya jumlah studi.[5]

Studi Terkini tentang Efektivitas Remdesivir terhadap COVID-19

Studi-studi terdahulu yang disebutkan di atas memiliki jumlah sampel yang terbatas. Oleh karena itu, WHO melakukan uji klinis (Solidarity trial) yang melibatkan 405 rumah sakit di 30 negara dengan 11.266 subjek. Subjek diacak untuk mendapat remdesivir (2.750 orang) atau obat lain seperti hydroxychloroquine, kombinasi interferon-lopinavir, interferon, dan terapi suportif.

Hasil Solidarity trial tersebut menunjukkan tidak ada penurunan mortalitas, durasi rawat inap, maupun angka penggunaan ventilasi mekanik yang bermakna secara statistik pada semua kelompok obat yang diteliti. Remdesivir juga tidak menunjukkan penurunan yang bermakna pada luaran-luaran tersebut (RR 0,95, 95%IC 0,81–1,11, p=0,50).[6]

Studi tambahan (add-on) Solidarity trial juga menunjukkan bahwa remdesivir tidak bisa memengaruhi viral clearance SARS-CoV-2 di orofaring, sehingga penggunaannya pada pasien COVID-19 dinilai tidak bermanfaat.

Ader et al juga melakukan uji DisCoVeRy yang membandingkan pemberian remdesivir bersama terapi standar dan pemberian terapi standar saja untuk 857 pasien COVID-19 di Eropa. Dalam pengamatan selama 15 hari menggunakan skala ordinal WHO, tidak ada perbedaan luaran klinis yang bermakna secara statistik antara grup remdesivir dan grup terapi standar (OR: 0,98; 95%IC 0,77–1,25; p=0,85).

Selain itu, analisis pemeriksaan usap nasofaring juga tidak menemukan efek remdesivir yang bermakna secara statistik terhadap jumlah virus maupun kinetika virus apabila dibandingkan dengan terapi standar. Studi ini berkesimpulan bahwa remdesivir tidak memiliki manfaat pada pasien COVID-19 yang dirawat inap.[7]

Kesimpulan

Beberapa penelitian terdahulu yang mempelajari sampel pasien COVID-19 berukuran kecil melaporkan bahwa remdesivir bisa mempercepat kesembuhan. Namun, berbagai studi terbaru dengan sampel pasien yang lebih besar telah menunjukkan bahwa obat ini tidak bermanfaat bagi pasien COVID-19, baik dalam hal mortalitas, kebutuhan ventilasi mekanik, durasi rawat inap, maupun viral clearance. Remdesivir tidak dianjurkan untuk pasien COVID-19.

Referensi