Pedoman Klinis Induksi Persalinan
Pedoman klinis induksi persalinan yang harus diperhatikan adalah keputusan induksi persalinan harus berdasarkan indikasi medis yang kuat, yaitu risiko menunggu proses persalinan spontan dinilai lebih besar dari risiko induksi persalinan untuk mempercepat proses persalinan. Contohnya adalah pada kondisi usia kehamilan 41 minggu atau lebih, ketuban pecah dini, atau hipertensi dalam kehamilan pada usia gestasi >38 minggu.[7]
Dalam memutuskan induksi persalinan, harus mempertimbangkan hal–hal tersebut:
- Induksi persalinan dapat dilakukan hanya ketika ada indikasi medis yang jelas dan manfaat yang diharapkan lebih besar daripada potensi kerugiannya
- Keputusan untuk dilakukan induksi persalinan harus diambil bersama pasien, dengan mempertimbangkan kondisi pasien, status serviks, metode spesifik induksi persalinan yang akan dilakukan, dan kondisi terkait seperti paritas dan robeknya selaput ketuban
- Induksi persalinan harus dilakukan dengan hati-hati karena prosedur yang dilakukan memiliki risiko hiperstimulasi dan ruptur uteri serta kemungkinan gawat janin
- Di mana pun induksi persalinan dilakukan, harus tersedia fasilitas untuk menilai kesejahteraan ibu dan janin.
- Pasien tidak boleh diberikan oksitosin, misoprostol, atau prostaglandin jenis lainnya tanpa pengawasan.
- Induksi persalinan yang gagal tidak selalu mengindikasikan sectio caesarea
- Bila memungkinkan, induksi persalinan sebaiknya dilakukan di fasilitas tempat sectio caesarea dapat dilakukan[8]