Icodec Seminggu Sekali vs Glargin Sekali Sehari pada Diabetes Mellitus Tipe 2 – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Weekly Icodec versus Daily Glargine U100 in Type 2 Diabetes without Previous Insulin

Rosenstock J, Bain SC, Gowda A, Jódar E, Liang B, Lingvay I, Nishida T, Trevisan R, Mosenzon O; ONWARDS 1 Trial Investigators. New England Journal of Medicine. 2023 . 389(4):297-308. doi: 10.1056/NEJMoa2303208. PMID: 37356066.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Insulin icodec merupakan insulin basal analog percobaan yang diberikan sekali seminggu untuk penanganan diabetes.

Metode: Peneliti melakukan percobaan acak treat-to-target, label terbuka, fase 3a. Fase utama 52 minggu dengan fase perpanjangan 26 minggu ditambah periode follow up 5 minggu. Penelitian melibatkan pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) 7-11% yang belum pernah mendapatkan insulin sebelumnya.

Partisipan secara acak dialokasikan dengan rasio 1:1 untuk mendapat insulin icodec sekali seminggu atau insulin glargine U100 sekali sehari. Luaran primer ialah perubahan pada kadar HbA1c sejak baseline hingga minggu ke-52. Luaran sekunder ialah persentase waktu dalam rentang glikemik 70-180 mg/dL (3,9-10,0 mmol/L) pada minggu 48-52. Episode hipoglikemia sejak baseline hingga minggu ke-52 dan 83 turut dilaporkan.

Hasil: Masing-masing grup terdiri dari 492 partisipan. Karakteristik baseline serupa antara kedua grup. Rerata penurunan kadar HbA1c pada minggu ke-52 lebih besar pada grup icodec daripada grup glargine U100, mengkonfirmasi non-inferioritas (p<0,001) dan superioritas (p=0,02) untuk icodec. Persentase waktu dalam rentang glikemik 70-180 mg/dL secara signifikan lebih tinggi atau lebih lama pada grup icodec daripada grup glargine U100, mengkonfirmasi superioritas icodec terhadap glargine U100.

Kejadian kombinasi hipoglikemia berat atau yang signifikan secara klinis sebesar 0,30 events per person-year terhadap paparan icodec vs 0,16 events per person-year terhadap paparan glargine U100 pada minggu ke-52, demikian pula di minggu ke-83 sebesar 0,30 vs 0,16 events per person-year. Tidak teridentifikasi tanda bahaya lainnya. Insiden kejadian merugikan tampak seimbang di antara kedua grup.

Kesimpulan: Kontrol glikemik secara signifikan tampak lebih baik pada insulin icodec seminggu sekali daripada insulin glargin U100.

IcodecvsGlargin

Ulasan Alomedika

Pedoman terapi diabetes mellitus tipe 2 saat ini menganjurkan pendekatan bertahap dengan incretin-based therapy sebagai terapi lini pertama injeksi. Akan tetapi, inisiasi insulin basal analog 1 atau 1 kali setiap hari masih menjadi terapi yang umum dilakukan di lapangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, kepatuhan pasien berkurang seiring pertambahan frekuensi injeksi. Data berbasis bukti telah menyokong efikasi agonis GLP-1 sekali seminggu, seperti semaglutide, dalam mengontrol kadar glikemik sekaligus meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi. Namun, di sisi lain, aspek biaya masih merintangi penerapannya.

Insulin icodec menyediakan opsi pemberian insulin basal dengan coverage hingga 1 minggu dari injeksi subkutan tunggal sekali seminggu. Percobaan jangka pendek fase 2 pada pasien diabetes mellitus tipe 2 naif terhadap insulin menunjukkan kontrol glikemik yang serupa dari insulin icodec terhadap insulin glargine U100. Percobaan fase 3a ini ditujukan untuk mengevaluasi aspek efikasi dan keselamatan pemberian insulin icodec pada populasi yang lebih luas dengan waktu lebih panjang.

Ulasan Metode Penelitian

Percobaan ini menerapkan metode acak, treat-to-target, label terbuka. Penelitian dilakukan selama 78 minggu dengan fase utama 52 minggu dan fase perpanjangan 26 minggu, ditambah periode follow up 5 minggu, sehingga total 83 minggu fase 3a. Penelitian ini dilakukan secara multisenter pada 143 pusat kesehatan yang tersebar di 12 negara.

Partisipan:

Pasien dewasa >18 tahun yang didiagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang belum mendapat insulin sebelumnya, memiliki kadar HbA1c 7-11%, indeks massa tubuh 40 kg/m2 atau kurang masuk dalam kriteria inklusi.

Intervensi:

Partisipan dialokasikan secara acak dengan rasio 1:1 ke grup insulin icodec 700 U/mL atau insulin glargine U100 100 U/mL melalui sistem interaktif web-response. Dosis permulaan ialah 70 unit per minggu untuk Icodec dan 10 unit per hari untuk glargine U100.

Dosis ditingkatkan bertahap untuk mencapai target glikemik dalam rentang 70-180 mg/dL. Semua terapi oral non-insulin penurun glukosa dilanjutkan kecuali untuk jenis sulfonilurea atau glinid. Studi ini menggunakan jenis glucose meter yang sama bersama-sama dengan alat continuous glucose monitoring yang sama pula dengan pengukuran secara blinded.

Luaran:

Luran primer studi ialah rerata perubahan pada kadar HbA1c sejak baseline hingga minggu ke-52. Luaran sekunder ialah persentase waktu dalam rentang glikemik 70-180 mg/dL atau time in range antara minggu ke-48 hingga 52. Episode hipoglikemia sejak baseline hingga minggu ke-52 dan 83 turut dilaporkan.

Hipotesis primer ialah icodec non-inferior terhadap glargin U100 dalam hal penurunan HbA1c (margin non-inferior 0,3 poin persentase). Jika non-inferioritas tercapai, maka tes konfirmasi dilanjutkan untuk menguji superioritas. Ukuran sampel minimal 300 partisipan dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan Food and Drug Administration, yang menyelesaikan terapi dengan durasi sedikitnya 78 minggu untuk mencapai marginal power statistik yang cukup kuat.

Ulasan Hasil Penelitian

Sebanyak 984 total partisipan, masing-masing grup 492 partisipan, memenuhi syarat inklusi. Karakteristik baseline kedua grup seimbang.

Analisis luaran primer menunjukkan bahwa insulin icodec mampu menurunkan kadar HbA1c yang lebih baik daripada glargin U100 pada akhir studi. Selain itu, mampu mencapai time in range rentang glikemik 70-180 mg/dL yang lebih lama secara signifikan pula daripada glargin U100.

Hasil analisis pun turut mengkonfirmasi non-inferioritas icodec terhadap glargine U100. Namun, episode hipoglikemia berat atau yang bermakna secara klinis didapati sedikit lebih banyak di grup icodec daripada glargine U100. Meski demikian, secara keseluruhan kejadian episode hipoglikemia tersebut masih kurang dari 1 event per person-year selama masa studi. Angka insiden kejadian merugikan juga tampak seimbang antara kedua grup yang dibandingkan selama masa studi.

Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini terletak pada penerapan alokasi acak, multisenter di berbagai negara dengan jumlah partisipan maupun lama durasi penelitian yang cukup lama untuk menguji perbandingan non-inferioritas.

Limitasi Penelitian

Studi ini tidak menjelaskan bagaimana cara titrasi bertahap dosis insulin yang digunakan untuk mencapai target. Selain itu, pengukuran kadar glukosa secara blinded malah merintangi upaya penyesuaian dosis insulin untuk mencapai target studi dan mungkin berkontribusi pula pada kejadian hipoglikemia.

Studi ini menerapkan label terbuka alih-alih desain double-blind double dummy seperti pada uji fase 2 studi sebelumnya. Selain itu, dijumpai proporsi partisipan berkulit hitam, latin, dan Asia yang masih rendah dari total partisipan studi. Studi masih didominasi oleh pasien berkulit putih.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini bermanfaat di Indonesia karena tingginya angka kejadian diabetes mellitus tipe 2. Penggunaan insulin basal icodec tentunya jauh lebih memudahkan pasien karena hanya digunakan sekali seminggu. Insulin icodec menyediakan pilihan lain selain dari injeksi agonis GLP-1 seminggu sekali, seperti semaglutide, dalam upaya meningkatkan kontrol glikemik dan kepatuhan pasien terhadap terapi diabetes.

 

Referensi