Diagnosis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
Diagnosis Sindrom Distres Pernapasan Akut/Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis ARDS pada umumnya dapat ditegakkan bila penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia akut telah disingkirkan, serta memenuhi Kriteria Berlin. [1,3,4,14]
Kriteria Berlin
Kriteria Berlin meliputi:
- Onset akut < 1 minggu atau perburukan gejala respiratorik,
-
Edema paru dibuktikan dengan opasitas bilateral pada foto toraks
-
Rasio PaO2/FiO2 ≤300 pada tekanan ekspiratori positif (PEEP)
Derajat Keparahan berdasarkan Kriteria Berlin
Berdasarkan kriteria Berlin, derajat keparahan ARDS juga dapat dibedakan menjadi:
-
ARDS ringan: PaO2/FiO2 201 sampai ≤ 300 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O.
-
ARDS sedang: PaO2/FiO2 100 sampai ≤200 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O
-
ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg pada ventilator dengan PEEP atau CPAP ≥5 cm H2O
Derajat Keparahan dengan Skor Lung Injury Score (LIS)
Selain itu, derajat keparahan ARDS juga dapat dinilai dengan sistem skoring seperti skor LIS (Lung Injury Score).[1,5,14,15]
Tabel 1. Skor LIS
Indikator | Hasil | Skor |
Konsolidasi pada foto toraks | Tidak ada | 0 |
1 kuadran | 1 | |
2 kuadran | 2 | |
3 kuadran | 3 | |
4 kuadran | 4 | |
Hipoksemia (PaO2 / FiO2) | > 300 | 0 |
225-299 | 1 | |
175-224 | 2 | |
100-174 | 3 | |
<100 | 4 | |
Skor PEEP | < 5 cm H2O | 0 |
6-8 cm H2O | 1 | |
9-11 cm H2O | 2 | |
12-14 cm H2O | 3 | |
> 15 cm H2O | 4 | |
Komplians sistem respiratorik | >80 ml/cmH2O | 0 |
60-70 ml/cmH2O | 1 | |
40-59 ml/cmH2O | 2 | |
20-39 ml/cmH2O | 3 | |
<19 ml/cmH2O | 4 |
Interpretasi:
- LIS 0 = tidak terdapat kerusakan paru
- LIS 0.1–2.99 = kerusakan ringan hingga sedang
-
LIS ≥ 3 = kerusakan berat
Skor LIS dihitung dengan menjumlahkan total skor pada setiap komponen dibagi dengan jumlah komponen yang dipakai. [1,5,14,15]
Anamnesis
Anamnesis pada pasien ARDS umumnya dilakukan untuk mencari faktor penyebab. Keluhan utama pada pasien ARDS adalah dispnea dan hipoksemia akut. Onset umumnya dalam 12-48 jam atau beberapa hari setelah faktor penyebab terjadi. Beberapa faktor penyebab yang harus ditanyakan adalah trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi, dan tersedak.
Dispnea umumnya ditemukan pada saat ekspirasi pada fase awal dan dapat mengalami perburukan menjadi:
- Dispnea saat istirahat
- Takipnea
- Agitasi
- Ansietas
- Gasping
- Diaforesis
Kegagalan multiorgan juga dapat terjadi pada fase awal. Pasien yang dapat melewati fase awal dengan baik pada umumnya akan mengalami perbaikan oksigenasi dan ventilasi. [1,2,5,14]
Pada fase lanjut, pasien yang masih mengalami hipoksemia persisten dan bergantung dengan ventilator pada umumnya akan mengalami gagal napas. Hal ini umumnya terjadi setelah 10 hari. Fungsi paru juga semakin memburuk, ditandai dengan penurunan komplians paru, peningkatan dead space, dan hipertensi pulmonal. [1,2,5,14]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien-pasien ARDS adalah:
- Tanda vital dan saturasi oksigen
- Kepala: dapat ditemukan napas cuping hidung
- Leher: peningkatan JVP dapat menandakan kelainan jantung
- Toraks: retraksi, penggunaan otot bantu napas
- Kardio: bila terdapat S3 atau S4 gallop dan murmur,
- Pulmonal: pada ARDS dapat ditemukan ronkhi basah bilateral, penurunan taktil vokal fremitus, dan penurunan suara napas
- Abdomen: hepatomegali ditemukan bila terdapat edema paru kardiogenik
- Ekstremitas: akral dingin, sianosis, edema dapat ditemukan pada kelainan jantung
Pemeriksaan fisik umumnya dilakukan untuk membedakan edema paru karena jantung ataupun paru. Penyebab jantung harus disingkirkan sebelum menegakkan diagnosis ARDS. [1,5,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding ARDS yang harus disingkirkan terutama adalah penyebab jantung seperti gagal jantung kongestif dan gagal jantung kiri. Hal ini dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan fisik.[1,2,5,14]
Keseluruhan diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Diagnosis Banding ARDS | |
Gagal napas akut | |
Penyakit paru lain | Pneumosistis pneumonia |
Pneumonia aspirasi | |
Pneumonia bronkitis obliterans | |
Pneumonia akut interstisial | |
Pneumonia akut eosinofilik | |
Edema paru nonkardiogenik | |
Asthma | |
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) | |
Transfusion-related acute lung injury (TRALI) | |
Penyakit sistemik | Sepsis bacterial |
Syok sepsis | |
Reaksi obat | |
Lupus | |
Keganasan | Granulomatosis Wegener |
Karsinoma bronkoalveolar | |
Penyakit Lainnya | sindrom Good Pasture |
sindrom Hamman-Rich | |
sindrom asam retinoid | |
Toksisitas salisilat |
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yang dilakukan pada pasien-pasien ARDS adalah foto rontgen toraks dan analisa gas darah. Pemeriksaan lain juga dapat dilakukan untuk mencari etiologi, menilai prognosis, dan komplikasi, tetapi tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis ARDS. [1,5,14]
Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dengan mudah dilakukan. Foto toraks dapat membantu menyingkirkan diagnosis penyakit paru lain, menyingkirkan penyebab kardiologis, serta menegakkan diagnosis ARDS. Pada ARDS, umumnya ditemukan adanya infiltrat difus bilateral atau unilateral yang dapat memburuk secara cepat dalam 3 hari. Infiltrat yang ditemukan umumnya terletak interstisial dan/atau alveolar. Pada tahap awal, infiltrat dapat ditemukan menyebar hingga ke perifer dan dapat memburuk menjadi infiltrat difus bilateral dengan penampakan ground glass. [1,5,14,16]
CT scan dapat dilakukan hanya apabila foto toraks tidak dapat menyimpulkan penyebab distress pernapasan. CT scan umumnya lebih sensitif untuk mendeteksi adanya emfisema interstisial, pneumomediastinum, efusi pleura, dan limfadenopati mediastinal. [1,5]
Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGD) pada umumnya dapat menunjukkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik. Kadar PaO2 / FiO2 juga dapat dinilai melalui analisa gas darah. Pemeriksaan AGD juga dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan akses yang tersedia dengan baik. [3,5]
Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk ARDS. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
- Darah rutin: dapat ditemukan leukositosis atau leukopenia, terutama bila terdapat sepsis. Trombositopenia juga dapat ditemukan bila terdapat koagulasi intravaskular diseminata.
- Fungsi ginjal: fungsi ginjal umumnya menurun bila terdapat komplikasi pada ARDS akibat adanya iskemia ataupun nekrosis tubular akut
- Fungsi hepar: dapat menurut bila terdapat kerusakan hepatosit atau kolestasis
- Kultur darah atau sputum: dapat menunjukkan adanya sepsis atau fokus infeksi. Kultur darah juga dapat membantu menentukan pemberian antibiotik.
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah brain natriuretic peptide (BNP) dan sitokin interleukin (IL)-1, IL-6, dan IL-8. BNP <100 pg/ml dapat menunjukkan adanya ARDS, tetapi BNP tinggi tidak dapat menyingkirkan kemungkinan ARDS. IL-1, IL-6, dan IL-8 umumnya juga ditemukan meningkat pada ARDS.[1,3,5]
Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal umumnya digunakan sebagai metode diagnostik utama, namun ekokardiografi 2-dimensi juga dapat digunakan menyingkirkan kemungkinan penyebab kardiologis. Bila ditemukan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, disfungsi diastolik berat, disfungsi katup mitral atau aorta berat, shunting foramen ovale maka distress pernapasan umumnya disebabkan oleh edema paru kardiogenik atau kardiomiopati berat.[1,5]
Bronkoskopi
Bronkoskopi umumnya dilakukan untuk bronchoalveolar lavage (BAL). Pemeriksaan BAL akan membantu menentukan penyakit paru, seperti pneumonia eosinofilik akut, pneumonitis, sarcoidosis, atau pneumonia bronkiolitis obliterans/bronchiolitis obliterans-organizing pneumonia (BOOP), atau lipoid pneumonia.[1,5,14]
Histologi
Biopsi paru dapat dilakukan apabila pemeriksaan secara klinis dan penunjang lain tidak dapat menyingkirkan kemungkinan lain penyebab hipoksemia. Pemeriksaan histologis dapat menunjukkan fase ARDS yang sedang terjadi. Pada fase awal umumnya akan ditemukan kerusakan alveolar difus, edema interstisial, perdarahan alveolar, formasi membrane hialin, dan kongesti kapiler pulmonalis. Pada fase proliferatif umumnya ditemukan pertumbuhan sel pneumosit tipe 2 pada dinding alveolar, fibroblas, miofibroblas, dan disposisi kolagen interstisial. Pada fase fibrotik, ditemukan penebalan dinding alveolar oleh jaringan ikat. Infiltrat dan edema sudah tidak ditemukan. [1,5]